Baik dalam bentuk racikan seduh atau kapsul,
jamu yang sudah diteliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) telah terbukti khasiatnya.
Akan tetapi tidak semua masyarakat memiliki pandangan seperti itu.
Beberapa
pasien percaya bahwa ramuan jamu yang direbus memiliki khasiat yang
lebih besar dibandingkan jamu kapsul. Hal tersebut dikatakan oleh
peneliti senior B2P2TOOT, Yuli Widiyastuti, dikarenakan masih ada
kepercayaan di masyarakat yang memandang semua kapsul adalah obat kimia.
"Rata-rata
yang datang (di klinik B2P2TOOT -red) pasien dengan penyakit
degeneratif kronis. Sudah bertahun-tahun menelan kapsul. Jadi melihat
kapsul itu sudah pusing. Meski itu jamu, pasien mikirnya itu obat ya
terus dia tidak mau," ujar Yuli.
Hal serupa juga dikatakan oleh
Direktur Utama RSUP Soeradji Tirtonegoro, dr Djoko Windoyo, SpRM. Rumah
sakit yang ia pimpin memiliki klinik jamu bernama klinik Rosela dan
fenomena tersebut biasanya ada pada orang tua.
"Betul memang
seperti itu. Saya kira kalau diliat orang dewasa produktif itu nyari
yang praktis makanya pilih kapsul. Mungkin mereka mau bernostalgia
karena jamu itu kan digodok dan sekarang kan mudah karena orang yang
sudah pensiun bisa menikmati itu," ujar dr Djoko ditemui di RSUP
Soeradji, Klaten, Jawa Tengah, seperti ditulis Sabtu (7/2/2015).
Maryati
(52) yang rutin berkunjung ke klinik Rosela sejak April 2014 misalnya.
Ia adalah salah satu pasien yang menginginkan obat herba rebusan dan
menolak obat kapsul untuk penyakit diabetesnya.
"Kita cari yang
herbal, kalau kimia efeknya tidak begitu terasa. Kalau lama-lama minum
obat kimia juga kan ada pengaruh. takut ketergantungan kalau enggak
minum obat itu nanti gula darahnya tidak turun," tutup Maryati.
Sumber
0 comments:
Post a Comment